Rabu, 12 Juni 2013

proposal keperawatan

OLEH: AGUS WINARTO BAMBANGSUKMONO



HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
RS.SARJITO PADA Tanggal 14 Januari-12 Maret 20013




A. Latar Belakang Masalah
A

Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono, 2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO, 1994). 
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk. Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994) Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15% seluruh kasus TB (Santoso, 1994). 
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR) di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%. Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi 107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera 160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali 64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007). 
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4% (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi (Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection) dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara langsung. 
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952. 
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini (segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi (PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat (pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990). 
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian pada anak (Depkes RI, 2001,2002). 
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan  Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat 426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5 anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. 



B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
1. Apakah masyarakat mengerti tentang imunisasi BCG?
2. Kapan waktu imunisasi BCG di berikan?
3. Kenapa harus imunisasi BCG?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
 penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di RS.Sarjito . 

2. tujuan khususnya adalah : 
1) diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita RS.Sarjito.
2) diketahuinya kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa



D. MANFAAT
Manfaat dari penelitian iniyaitu :
1. Teoritis 
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menembah ilmu pengetehuan bagi masyarakat terutama tentang pencegahan penyakit cikungunya.
2. Praktis 
Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih ilmu dan informasi yang di khususkan untuk penerapan pencegahan penyakit cikungunya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar